Antara Takut dan Tawakal, apa pilihan kita?


Dua kuncup bunga yang tumbuh berdampingan pada suatu pagi berdialog satu sama lain. Kuncup pertama memulai : “aku dengar dunia di luar sana sangat mengerikan. Begitu kita mekar, berbagai serangga akan menyerbu kita – bahkan yang namanya lebah akan menyerap inti sari kita.

Belum tangan-tangan manusia yang akan memotong tangkai kita dari induk kita dan membiarkan kita layu di pot-pot bunga mereka”. Dengan penasaran kuncup bunga kedua bertanya “lantas apa yang akan engkau lakukan ?”.

Kuncup pertama menjelaskan rencananya : “aku akan bertahan di kuncup ini selama mungkin, agar serangga tidak menggangguku, agar lebah tidak mengambil sariku, agar manusia tidak memotong tangkaiku untuk pot-pot mereka”.

Masih penasaran, kuncup bunga kedua bertanya lagi : “lha kalau engkau bertahan sebagai kuncup di tempat  nyamanmu ini, lantas apa artinya bunga bagi engkau ?, karena engkau tidak akan pernah menjadi bunga yang sesungguhnya”. Kuncup bunga pertama termenung, tidak bisa menjawab pertanyaan ini.

Maka kuncup yang kedua-pun menjelaskan rencananya : “Kalau aku, aku akan mengambil kesempatan pertama untuk keluar dari kuncup yang nyaman ini pada waktunya. Akan aku hadapi serangga-serangga pengganggu, akan aku mudahkan para lebah mengambil manfaat dari sariku, akan aku relakan manusia memetik tangkaiku untuk menciptakan keindahan dariku”.

Dengan penasaran kuncup pertama berusaha mempengaruhi kuncup kedua yang lagi berapi-api : “Tetapi engkau akan layu dan mati merana di pot-pot manusia…”. Kali ini kuncup kedua menjawab dengan lembut untuk menyentuh hati kuncup pertama : “Kita semua akan layu dan mati saudaraku, dengan rencanamu engkau akan mati di kuncupmu – tanpa pernah merasakan dan mengetahui arti dari bunga yang sesungguhnya”.

“Dengan rencanaku-pun aku akan layu dan mati, tetapi aku akan puas melalui jalan takdirku untuk menjadi bunga yang sesungguhnya. Untuk memberikan seluruh sariku yang dibutuhkan oleh lebah dan makhluk lain, menyebarkan keindahanku untuk menghiasi hidup manusia…dan setelah itulah aku akan layu dan mati dengan sempurna, memenuhi takdirku sebagi bunga”.

Dialog seperti pada dua kuncup bunga tersebut sebenarnya juga terjadi di hati kecil kita. Di satu sisi adalah rasa kawatir dan was-was setiap kali mau melangkah, takut ini takut itu. Di sisi lain adalah keinginan untuk merubah keadaan, keinginan untuk berkarya secara maksimal lengkap dengan segala risiko-nya.

Mana yang akhirnya akan terjadi tergantung dari mana dari dua  sisi dialog tersebut yang dominan. Semua kita akhirnya akan mati, tetapi ada yang mati bertahan di kuncup sampai ajal menjemputnya. Ada pula yang mati setelah memberikan seluruh sari dan keindahannya bagi makhluk lain yang  membutuhkannya.

Kita bisa memilih untuk menjadi kuncup bunga yang mana, insyaAllah !.

www.kantor-di-rumah.com

Tulisan Terkait:

Info Dinar Emas:
coconut fiber indonesia - civet coffee beans luwak indonesia - rumah baru dekat tol di jatiasih - eksportir indonesia - solusi properti - rumah dinar - manufaktur indonesia - agribisnis indonesia - white copra indonesia - coconut coir pellets - jual panel beton murah siap pakai - jasa pasang panel beton - jual komponen nepel, mur, baut, spare parts ac, kuningan - komponen, nepel, mur, baut, ac, kuningan - industri manufaktur pengecoran kuningan - brass foundry casting manufacturer - brass billets, bullets, neple, nut, bolt, fitting, parts - tanah di kawasan strategis - rumah baru eksklusif dekat tol - rumah murah dekat tol - jual tanah di sudirman - jual tanah di kuningan - jual tanah dekat menteng - paket tour perjalanan wisata - apakah dinar emas - tanya jawab dinar - jual dinar - beli dinar - dinar emas - paket perjalanan wisata -

0 comments:

Post a Comment