kantor di rumah

kantor di rumah (Small Office Home Office) adalah Solusi Bisnis untuk kita bersama. Analisa, Strategi, Promosi dan Ikhtiar ber-bisnis mandiri kita bahas bersama di sini.

Jl. Prof DR Lafran Pane No.26, Cimanggis, Depok. | SMS +62-812-8000-7019

Membangun bisnis mandiri skala International

Membangun bisnis mandiri Eksportir Indonesia bersama pebisnis Korea, China dan Malaysia.

http://eksportir-indonesia.com | email:eksportir.indonesia@gmail.com

Bersama kita bisa...!!!

Bersama-sama membangun Bisnis Mandiri untuk mendapatkan Kebebasan Waktu dan Kebebasan Finansial bersama komunitas kantor di rumah.

Komunitas Kantor di Rumah: http://facebook.com/kantor.di.rumah.

Kebebasan Waktu dan Kebebasan Finansial

Dengan memiliki Bisnis Mandiri yang baik dan stabil, kebebasan waktu dan kebebasan finansial dapat kita miliki sehingga kita memiliki waktu yang berkualitas untuk beribadah dan keluarga.

Dari Rumah hingga ke mancanegara

Dengan ide yang cemerlang, kita bisa memiliki bisnis dari kantor di rumah hingga ke Mancanegara...

http://eksportir-indonesia.com

Pedagang di Jalan Malioboro


Bila Selat Malaka itu diibaratkan jalan Malioboro – Jogja, maka Singapura adalah sebuah toko dekat Hotel Garuda. Sepanjang jalan Malioboro adalah milik Indonesia di bagian kiri dan Malaysia di sebelah kanan. Melalui ‘Jalan Malioboro’ yang bernama Selat Malaka ini, 50% armada kapal dunia lewat. Sekitar 50,000 kapal ‘pedagang besar’ lewat selat ini setiap tahun.

Tetapi mengapa pemilik ‘satu toko di pojok Malioboro’ tersebut berhasil memakmurkan warganya dengan tingkat GDP per capita sekitar US$ 46,000 per tahun, pemilik sisi kanan ‘Malioboro’ memiliki GDP per capita US$ 9,600 per tahun – sedangkan pemilik sisi jalan yang paling panjang di bagian kiri ‘Malioboro’ baru memiliki GDP per capita di kisaran US$ 3,250 per tahun ?

Jawabannya kemungkinan besar ya karena kita belum pandai berdagang. Kita memiliki lokasi yang paling strategis di dunia perdagangan – dilalui 50 % kapal dunia – tetapi kita belum berhasil memanfaatkannya. Kita memiliki hampir seluruh bahan baku untuk komoditi perdagangan dunia, mulai dari hasil hutan, hasil tambang, energy, hasil laut, hasil bumi – tetapi kendali perdagangannya nampaknya belum ada di tangan kita.

Lebih dari itu, bila di Selat Malaka kita harus berbagi dengan dua tetangga – kita masih punya dua selat lain yang juga sangat strategis untuk perdagangan dunia. Bila sesuatu terjadi di Selat Malaka, orang akan berpaling ke dua selat ini – yaitu Selat Sunda dan Selat Lombok. Perhatikan ilustrasi dibawah untuk memahami betapa strategisnya tiga selat yang kita miliki itu.


Di dunia perdagangan dikenal 3 hal terpenting yaitu no 1 Lokasi, no 2 Lokasi  dan no 3 Lokasi. Hal-hal lain menyusul di no 4 dan seterusnya. Keunggulan lokasi itu kita miliki, tetapi kita belum unggul dalam perdagangan – apa yang salah ?

Kita belum mengolah lokasi itu menjadi tempat yang layak disinggahi. Berapa puluh pemerintah daerah yang memiliki lokasi paling strategis – wilayahnya bersinggungan dengan salah satu dari tiga selat tersebut – tetapi apakah mereka membuat ‘toko’ berupa pelabuhan yang layak disinggahi kapal-kapal dagang internasional ?, yang ‘pelayannya’ ramah dengan segala perijinan yang mudah dan ‘tokonya’ komplet – a lot to offer ?

Jadi kita memiliki tiga ‘Jalan Malioboro’ tetapi kita belum pandai berdagang, tidak heran aktivitas ‘orang berlalu lalang’ berupa transaksi ekonomi belum banyak yang singgah ke toko-toko kita. Sementara itu tetangga kita yang memiliki satu toko di pojok jalan saja, dia mengolahnya dengan segenap kekuatannya sehingga selalu dikunjungi kerumunan banyak orang – orang tidak perlu menyusuri sepanjang ‘Jalan Malioboro’ bila datang ke satu toko saja di pojok jalannya mereka sudah terpenuhi kebutuhannya.

Lantas dari mana kita akan mulai membenahi diri, membangun kembali kemampuan perdagangan ini ?.

Sampai pertengahan abad 18, satu abad lebih setelah belanda menjajah Nusantara – waktu itu Belanda ingin mulai mencetak uang mereka sendiri, tetapi apa yang mereka cetak ? mereka belum berani mencetak uang Gulden negerinya – yang mereka cetak adalah uangnya umat Islam dan namanya pun berbahasa Arab yaitu Derham Min Kompeni Welandawi – Dirham dari Kompeni Belanda.

Ini menunjukkan bahwa kekuatan perdagangan saat itu ada di tangan umat ini, uangnya Dirham dan bahasanya Arab. Bahkan lebih dari seribu tahun sebelum Belanda mencetak Dirham ini  kekuatan perdagangan internasional khalifahan Islam sudah menguasai tiga benua – lengkap dengan system pembayarannya yang canggih – bahkan untuk ukuran jaman ini sekalipun !.

Jadi untuk kembali menguasai perdagangan global, sesungguhnya ini bukan hal baru bagi kita – kita tinggal mencontoh, apa yang dahulu dilakukan umat ini di masa-masa kejayaannya. Kita tidak perlu reinvent the wheel – memulai segala sesuatunya dari awal, kita tinggal meneruskan saja dari titik akhir pencapaian mereka.

Untuk bisa melanjutkan, kita harus tahu dahulu sampai dimana pencapaian mereka dahulu. Untuk bisa tahu sampai dimana pencapaian mereka ini, kita perlu belajar dari sejarah. InsyaAllah akan kita bahas pada sharing belajar bersama membangun kantor di rumah yang akan diadakan kembali pada waktu dekat ini.

Disadur dari tulisan Ustadz Muhaimin Iqbal.

Tulisan Terkait:

Info Dinar Emas:

Restorasi Kemakmuran Umat


Membangun kembali kemakmuran umat di atas tanah subur yang saat ini telah dizolimi oleh manusia. Sekaranglah saatnya kita berubah untuk menjadi manusia yang berguna bagi umat, alam dan teknologi.


Dengan nikmat sehat dan nikmat waktu (kesempatan) yang ALLAH SWT berikan kepada kita dengan potensi alam di sekitar kita, saatnya kita membangun http://kantor-di-rumah.com untuk kesejahteraan umat dan mencapai bisnis mancanegara http://eksportir-indonesia.com




Restorasi Kemakmuran Jawa from Noer Rachman Hamidi on Vimeo.


Ada do’a yang dicantumkan di halaman akhir Al-Qur’an yaitu Do’a Khatmil Qu’ran, yang penggalan artinya kurang lebih berbunyi“Ya Allah jadikanlah umur terbaik hamba di penghujungnya, jadikanlah amal terbaik hamba di penutupnya, jadikanlah hari-hari terbaik hamba hari bertemu dengan Engkau di dalamnya”.

Do’a ini mengisyaratkan perlunya kita untuk selalu dalam kondisi memperbaiki diri secara terus menerus sampai akhir hayat kita. Dalam hal apa kita perlu terus memperbaiki diri?, dalam hal mencapai tujuan dari akhir hidup kita.


Tulisan Terkait:

Info Dinar Emas:

Mengapa Kita harus Menanam...? (Nasihat Rasulullah SAW)

Umat ini memiliki sumber Ilmu yang bisa digali tanpa habisnya, yaitu Al-Quran dan Al Hadits. Sebagai agama akhir zaman, sumber Ilmu tersebut juga kita yakini akan selalu valid dan up-to-date sampai kapanpun. Dengan sumber ilmu yang begitu agung dan komprehensive tersebut, tidak seharusnya umat ini menjadi jajahan dunia barat - paling tidak di bidang ekonomi dan pemikiran.

Tantangannya adalah bagaimana mengamalkan ilmu yang kita gali dari sumber-sumber yang agung tersebut; jangan sampai justru umat lain - yang membenci Islam - yang duluan mengamalkan apa yang seharusnya kita amalkan.

Revolusi hijau lebih pantas kita duluan yang mengembangkan dan mengaplikasikannya karena kita punya konsep Muzara'ah yang sudah sangat detil ditulis ilmunya oleh para ulama kita terdahulu. Perintah untuk bercocok tanam secara sungguh-sungguh-pun sudah ada di surat Yusuf 43-48. Lantas yang kurang apa ?, ya amal itu lagi yang kurang.

Kalau kita sungguh-sungguh mengamalkan ajaran kita, maka bukan Amerika yang akan memimpin dunia; tetapi kitalah yang akan memimpin dunia – mungkin bukan pada zaman kita, tetapi janji Allah pasti benarnya. Tinggal kita memilih peran kita, ikut sebagai sebab atau puas hanya sebagai akibat.

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS 3:139).

Amerika masih akan sibuk merumuskan Code Green atau Revolusi Hijau mereka; Untuk kita hal ini sudah tamat dibuat; blue-printnya, aturan mainnya dlsb. sudah sangat jelas ditulis para ulama dengan mengikuti Al-Qur'an dan Al Hadits; kita tinggal mengamalkannya.

"Tidak ada bagi seorang muslim yang menanam tanaman, kemudian ada burung atau manusia, atau binatang ternak memakannya, kecuali baginya sedekah" HR. Bukhari Muslim.

Bayangkan kalau masing-masing kita bisa mengelola pertanian setelah itu mengelola peternakan, dengan kemampuan kita membuat pupuk dan pakan (mengamalkan manfaat dari rerumputan al-falfaa QS An Naba-16) dengan bahan baku dari keduanya (dedaunan dan kotorannya) dan menjadi kebutuhan yang saling silang mengisi untuk keduanya (pertanian dan peternakan), maka kita telah menjadi "petani yang memiliki lahan dengan ekosistem yang sempurna"  – berapa banyak burung, hewan dan manusia bisa mengambil manfaatnya ? Selain kita sendiri juga mendapat manfaat tentunya.

Di negara-negara maju justru para petani adalah umat yang paling makmur kehidupannya dan mampu memberikan manfaat untuk diri, keluarga dan masyarakat. Berbeda sekali dengan di negara kita...!! Penyebab perbedaan tersebut adalah bagaimana kita mau belajar, mengamalkan (ikhtiar) dan mengajarkan (dakwah) ilmu dalam mengelola pupuk, pakan dan air.

Semoga Allah memudahkan kita merealisasikan niat yang sungguh-sungguh ini.
Wallahu A'lam

http://eksportir-indonesia.com

Tulisan Terkait:

Info Dinar Emas:


Pola Pikir (sebagai) para Entrepreneur

Semasa kecil saya minum air segar dari kendi. Semasa remaja saya menulis surat atau menerima surat ditempat saya indekost. Ketika bekerja dan karier mulai menanjak saya mendapatkan fasilitas mobile phone segede batu bata. Dalam dasawarsa terakhir ini, hanya dalam waktu kurang lebih separuh generasi, semua berubah drastis. Saya tidak lagi minum air segar dari kendi, tidak perlu menulis surat dan mengeposkannya, dan tidak perlu membawa mobile phone segede batubata. Pertanyaannya adalah siapa gerangan yang membawa perubahan ini? Merekalah para entrepreneur-entrepreneur sukses pada zamannya.

Dengan mudah kini kita dapat minum air segar yang sehat dari air gelas atau botol yang diproduksi oleh berbagai perusahaan. Awalnya tentu diperlukan satu kepeloporan usaha dibidang ini kemudian yang lain menirunya, menurut saya tidak masalah - baik yang menemukannya dari awal maupun yang menirukan kemudian  menyempurnakannya – merekalah para pengusaha yang berjasa dalam memudahkan kita untuk minum air segar ini.

Demikian pula dalam hal berkomunikasi dengan surat, kita tidak perlu lagi cape-cape menulis surat dan mengeposkannya – kemudian berharap-harap cemas akan datangnya pak pos mengantarkan balasasannya sekian hari yang akan datang. Siapa yang berjasa ?, adalah para ilmuwan yang menemukan internet dan email kemudian tentu saja para entrepreneur yang make it available nyaris bagi siapa saja yang memerlukannya di muka bumi.

Di tahun 95-an perlu waktu untuk antri dua tahun sebelum rumah saya mendapatkan saluran telepon fix line, kantor yang tidak sabar kemudian membelikan saya mobile phone yang segede batubata. Semua itu kelihatan konyol sekarang , karena semuanya telah jauh berubah. Nomor telepon bisa diperoleh dalam bilangan menit dari kios-kios di pinggir jalan, harganya terjangkau oleh seluruh kalangan masyarakat – dan begitu ringannya sehingga mudah masuk saku-saku kita. Siapa yang membawakan perubahan-perubahan ini ?, lagi-lagi adalah para entrepreneur-lah yang melakukannya.

Air dalam kemasan tidak lahir dari keputusan atau kebijakan pemerintah, demikian pula tersedianya e-mail dan mobile phone  bagi seluruh kalangan masyarakat. Karena pemerintah atau negara bukan pelaku dalam memberikan kemudahan hidup ini, lantas apa yang seharusnya dilakukan ?. Pemerintah harus memfasilitasinya agar perubahan-perubahan kearah kebaikan yang terjadi dan tidak menghambatnya dengan birokrasi peraturan yang berbelit dan biaya-biaya yang tidak jelas. Bahkan seharusnya pemerintah membantu dengan segala fasilitas, karena dampak perekonomian yang akan terjadi adalah kemakmuran umat.

Lantas dimana peluang Anda untuk bisa ikut mengubah dunia kearah yang lebih baik ?, bila Anda bukan tokoh partai politik yang tulus ikhlas ingin memperjuangkan kebaikan bagi umat dan bukan pula para birokrat yang menjadi pelayan (yang digaji oleh uang rakyat) untuk membidangi segala kemudahan dalam perijinan usaha – maka jadilah entrepreneur yang menghadirkan perubahan.

Bidang kehidupan apalagi yang perlu perubahan ?. Sangat banyak yang masih bisa terus dirubah kearah yang lebih baik, dan ini membutuhkan Anda para (calon) entrepreneur. Sekedar ide, bila Anda bisa melakukan hal-hal dibawah ini misalnya – maka insyaAllah ini akan menjadi pemberat amal kebaikan Anda selama hidup di dunia.
  • Dapatkah Anda memproduksi daging (bahan pangan hewani) yang murah dan terjangkau bagi seluruh umat ?.
  • Dapatkah Anda memproduksi secara massal tepung-tepung pengganti terigu agar kita tidak lagi mengimpor bahan pangan yang tidak tumbuh di negeri ini ?
  • Dapatkah Anda memproduksi susu segar yang massal dan murah agar kita tidak menjadi pengimpor susu bubuk terbesar dunia ?.
  • Dapatkah Anda menghasilkan system penangkapan ikan yang murah dan efektif sehingga hasil laut kita tidak dijarah orang lain ?.
  • Dapatkah Anda mengolah serat dari hasil tanaman di sekitar kita sehingga kita tidak perlu mengimpor 99.5 % kapas yang dibutuhkan negeri ini ?.
  • Dapatkah Anda menyediakan “kantor di rumah” - home office infrastructure package  (system untuk bekerja dari rumah) yang murah sehingga orang tidak perlu membuang waktu berjam-jam hanya untuk pergi –pulang kantor...?
  • Dapakah ?, dapatkah ...?, dapatkah...?.
Di setiap masalah yang ingin Anda atasi, di setiap kesulitan yang ingin Anda mudahkan, disetiap produk yang Anda pandang kurang baik, disetiap layanan yang mengewakan... disanalah peluang Anda, peluang untuk ikut mengubah dunia menjadi lebih baik. InsyaAllah !.

Wallahu A’lam.



Tulisan Terkait:

Info Dinar Emas:

Pelajari Hukum Sebab-Akibat untuk menjadi Pemenang

Bagi negara-negara penghasil produk pangan dunia, Indonesia adalah primadona untuk negara tujuan ekspor mereka.  Betapa tidak, negara dengan penduduk no 4 terbesar di dunia ini – ternyata kurang pandai memenuh kebutuhannya sendiri. Indonesia pernah tercatat sebagai Negara pengimpor beras terbesar di dunia (2003/2004) dengan total impor mencapai 3.5 juta ton atau 18.6 % dari total impor beras dunia. Oleh Index Mundi, tahun ini Indonesia juga ditargetkan menjadi negara tujuan ekspor no 1 di dunia untuk susu bubuk – yang oleh mereka diperkirakan kita akan mengimpor 230,000 ton. Posisi ‘JUARA’ impor ini di duduki Indonesia di banyak kategori lainnya, meskipun tidak di nomor 1.

Gandum misalnya, negara yang penduduknya semula tidak makan gandum  ini kini menjadi pengimpor gandum no 4 di dunia dengan impor sekitar 4.1 juta tahun pertahun. Untuk makanan tradisional dari kedelai-pun Indonesia menjadi pengimpor no 3 terbesar di dunia dengan impor sekitar 2.6 juta kedelai setahun. Untuk kebutuhan pokok lainnya yaitu sandang, Indonesia juga merupakan pengimpor kapas no 4 terbesar di dunia.

Bukan hanya pada kebutuhan-kebutuhan  pokok tersebut Indonesia menjadi target empuk bagi para pemasar dunia, tetapi juga untuk kebutuhan lain yang semula tidak mutlak perlu seperti telepon seluler. Saat ini diperkirakan rata-rata 3 dari empat penduduk Indonesia memiliki telepon seluler – yang berarti sekitar  180-an juta pengguna. Pada posisi ini, Indonesia menduduki rangking ke 6 pengguna telepon seluler dunia setelah China, India, USA, Russia dan Brasil. Tidak ada salahnya sebenarnya ‘pencapaian’ ini bila seandainya handset-nya tidak hampir seluruhnya produk impor.

Lebih dari impor handset dan infrastruktur penunjangnya yang besar, yang juga sangat besar lagi ‘uang mengalir keluar’ dari segenap lapisan masyarakat negeri ini adalah lewat pulsa dan abonemen telepon seluler yang kita bayar – yang seolah sudah ikut-ikutan menjadi ‘kebutuhan pokok’ bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang bulu. Kita tahu bahwa 3 operator terbesar telepon seluler menguasai lebih dari 90 % pasar, dan melalui tiga operator ini saja kepemilikan asing begitu besarnya sehingga mereka ikut menikmati keuntungan yang sangat besar pula dari pulsa-pulsa yang Anda dan saya bayar setiap hari.

Telkomsel sebagai pemegang pangsa terbesar untuk telepon seluler di Indonesia, 35% sahamnya milik SingTel dan 65 % milik Telkom – di Telkom-nya sendiri pemerintah kita menguasai sekitar 52.47% saham – 47.53 %  adalah milik publik, namun dari saham publik ini bagian terbesarnya adalah investor asing (45% lebih) sisanya dalam jumlah yang kecil ( sekitar 3 %) adalah investor di dalam negeri.

Indosat sebagai operator seluler nomor 2 terbesar, lebih dari 70% sahamnya dimiliki asing, yaitu 65% QTel dan 5.38% Skagen. Demikian juga XL di urutan ke 3 malah sekitar 80%-nya asing (posisi April 2011),  yaitu 66.7 % XL –Axiata (Malaysia) dan 13.3 % Emirates Tel.Co. (Etisalat).

Dengan ilustrasi tersebut diatas maka sejak bangun tidur kita sarapan mie dari terigu impor, nelepon teman dengan telepon impor, sms dlsb membayar pulsa yang sebagian besar uangnya juga lari keluar, siang hari makan dengan tempe goreng dari kedelai impor, sore hari sambil pulang kerja mampir beli tahu goreng dipinggir jalan yang kedelainya sekitar 80% impor, sampai malam hari menjelang tidur minum susu bareng anak-anak – juga susu impor. Bahkan untuk melawan dinginnya malam, tidur-pun masih berselimutkan selimut dari kapas yang 99.5%-nya impor.

Dalam dunia pemasaran global, bila kita lebih banyak impor dari yang bisa kita ekspor – maka kita menjadi bangsa yang ‘kalah’. Itulah sebabnya negeri seperti Amerika Serikat berjuang habis-habisan untuk sekedar bisa memperbaiki posisinya yang kini juga kalah telak dengan negeri lain khususnya China. Lantas apa perjuangan yang kita lakukan untuk bisa menang dari situasi yang kini kita hadapi tersebut diatas ?.

Di tengah kesibukannya mengurus panggung politik dan partainya masing-masing yang penuh hingar bingar apalagi dalam beberapa tahun mendatang menjelang 2014, sungguh saya masih berpengharapan agar para pemimpin negeri ini juga masih sempat berjuang memperbaiki ‘kekalahan-kekalahan’ kita dalam dunia perdagangan global tersebut diatas.

Tetapi pada saat yang bersamaan kita sebagai rakyat juga tidak bisa hanya berpangku tangan dan mengharapkan hasil karya para pemimpin kita saja. Kita sebagai rakyat juga harus berjuang habis-habisan untuk bisa mengubah ‘kekalahan-kekalahan’ tersebut menjadi kemenangan-kemenangan di masa-masa mendatang. Kongkritnya dengan apa kita bisa menang melawan kekuatan-kekuatan global yang begitu perkasanya mencengkeram hampir keseluruhan kebutuhan kita ini ?.

Dengan mulai membangun karakter para pemenang pada masing-masing diri kita sendiri seperti yang pernah saya tulis dalam tulisan “WIN…” , Lebih dari itu kita juga harus yakin bahwa kemenangan hanya akan kita peroleh bila Allah menolong kita, sedangkan Allah hanya akan menolong kita bila kita menolong (Agama)-Nya. Maka sekecil apapun yang kita bisa lakukan- lakukanlah !, siapa tahu perbuatan kita yang tidak seberapa tersebut bisa memancing pertolonganNya.

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS 47:7). “Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? ….” (QS 3 : 160).

Bila kita bekerja dengan mengikuti hukum sebab-akibat untuk meraih kemenangan yang dinjanjikan Allah ini - bila kita termasuk orang-orang yang beriman – insyaAllah kita-pun bisa menang. Dengan hukum sebab-akibat untuk memperoleh kemenangan di segala bidang yang telah begitu nyata ditunjukkan sendiri olehNya tersebut diatas, mengapa kita tidak mulai mencoba menempuhnya untuk menjadikan negeri ini negerinya para (calon) pemenang ?. InsyaAllah.



Tulisan Terkait:

Info Dinar Emas:

Janganlah Lalai dan Santai...

“Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling.” (Al-Hajj: 1).

Maha Kuasa Allah yang menciptakan arena bumi sebagai sarana ujian. Kekayaan alam yang begitu melimpah. Sungai-sungai jernih yang melahirkan kehidupan. Hujan yang membangkitkan harapan. Dari situlah, hamba-hamba Allah membuktikan diri: apakah ia sebagai hamba yang konsisten atau dusta.

'Ada baiknya berhati-hati dengan yang boleh';

Tak ada yang tanpa batas di dunia ini. Karena sunnatullah dalam alam, semua tercipta dalam takaran tertentu. Dari takaran itulah, keseimbangan bisa langgeng. Termasuk keseimbangan dalam diri manusia.

Kalau keseimbangan goyah, yang muncul adalah kerusakan. Dalam diri manusia, ada tiga keseimbangan yang mesti terjaga: keseimbangan akal, rohani, dan fisik. Satu keseimbangan terganggu, seluruh fisik mengalami kerusakan.

Ketidakseimbangan bukan cuma dari sudut kekurangan. Berlebih-lebihan pun bisa memunculkan ketidakseimbangan. Termasuk dalam pemenuhan kebutuhan fisik dan psikis. Di antara urusan fisik adalah makan dan minum.

Allah SWT berfirman, “….makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-A’raf: 31)

Berlebih-lebihan dalam makan dan minum, walaupun halal, bisa memunculkan penyakit. Lebih dari lima puluh persen sumber penyakit berasal dari lambung. Karena itulah, Rasulullah saw. meminta kaum muslimin untuk mengerem makan. Dan cara yang paling bagus adalah dengan puasa. Masih banyak hal boleh lain yang mesti pas dengan takaran. Di antaranya, hubungan seksual suami istri, tidur, dan juga bersantai.

'Ada kecenderungan manusia senang bersantai';

Sudah menjadi sifat dasar manusia memilih jalan yang gampang daripada yang sukar. Lebih memilih santai ketimbang banyak kerja.

“Maka tidakkah sebaiknya ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar.” (Al-Balad: 11)

Santai pada timbangan yang proporsional memang bagus. Karena itu bermakna istirahat. Dari istirahatlah keseimbangan baru bisa lahir. Dengan istirahat, lelah bisa tergantikan dengan kesegaran baru.

Tapi, ketika santai tidak lagi proporsional, yang muncul hura-hura dan kemalasan. Orang menjadi begitu hedonis. Orientasi bergeser dari keimanan kepada serba kesenangan. Saat itu, santai tidak cuma menggusur jenuh, tapi juga kewajiban-kewajiban. Bisa kewajiban sebagai suami, anak, dan juga sebagai hamba Allah swt.

Di antara ciri orang beriman adalah berhati-hati dengan perbuatan yang sia-sia.
Allah SWT berfirman, “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (Al-Mu’minun: 1-3)

Rasulullah saw. mewanti-wanti para sahabat agar berhati-hati dengan waktu senggang.
Beliau saw. bersabda, “Ada dua kenikmatan yang membuat banyak orang terpedaya yakni nikmat sehat dan waktu senggang.” (HR. Bukhari)

Ada banyak cara menggusur letih dan jenuh. Letih dan jenuh kadang tidak cuma bisa disegarkan dengan santai. Ada banyak cara agar penyegaran bisa lebih bermakna dan sekaligus terjaga dari lalai.

Para sahabat Rasul biasa mengisi waktu kosong dengan tilawah, zikir, dan shalat sunnah. Itulah yang biasa mereka lakukan ketika suntuk saat jaga malam. Bergantian, mereka menunaikan shalat malam.

Bentuk lainnya adalah bermain dengan istri dan anak-anak. Rasulullah saw. pernah lomba lari dengan Aisyah r.a. Kerap juga bermain ‘kuda-kudaan’ bersama dua cucu beliau, Hasan dan Husein. Dari sini, santai bukan sekadar menghilangkan jenuh. Tapi juga membangun keharmonisan keluarga.

Rasulullah saw. mengatakan, “Orang yang cerdik ialah yang dapat menaklukkan nafsunya dan beramal untuk bekal sesudah wafat. Orang yang lemah ialah yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan muluk terhadap Allah.” (HR. Abu Daud)

'Ada pihak lain yang mengintai kelengahan kita';

Pertarungan antara hak dan batil tidak kenal istilah damai. Tetap dan terus berlangsung hingga hari kiamat. Dari situlah, saling mengintai dan saling mengalahkan menjadi hal lumrah. Dan kewaspadaan menjadi hal yang tidak boleh dianggap ringan.

Pihak yang jelas-jelas melakukan pengintaian adalah musuh abadi manusia. Dialah iblis dan para sekutunya. Allah SWT membocorkan itu dalam firman-Nya.
“Iblis mengatakan, ‘Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al-A’raf: 16-17)

Pihak lain adalah kelompok manusia yang tidak suka dengan perkembangan Islam. Mereka selalu mengintai kelemahan umat Islam, mengisi rumah-rumah umat Islam dengan hiburan yang melalaikan. Bahkan, mengkufurkan. Masih banyak upaya lain orang kafir untuk menghancurkan Islam.

Karena itu, berhati-hatilah dengan waktu luang. Kalau tidak bisa diisi dengan yang produktif, setidaknya, isilah dengan yang tidak melalaikan.
Wallahu A’lam.




Tulisan Terkait:

Info Dinar Emas:

Mau menjadi korban 30 tahunan?

Ketika Mesir bergolak karena rakyat sudah tidak tahan lagi dengan tirani 30 tahun yang mereka derita dalam rezim Husni Mubarak. Mereka mungkin belajar dari Indonesia tahun 1998, ketika kita waktu itu mengalami hal yang serupa untuk periode rezim yang kurang lebih mirip yaitu 32 tahun. Pertanyaan adalah mengapa setelah 30 tahun-an orang berani melakukan perubahan? Inilah yang terjadi di kita pada umumnya, kita hidup bersama gajah di ruang tamu kita, tetapi kita enggan untuk mengusirnya.

Bukan hanya rakyat Indonesia ataupun rakyat Mesir, tidak sedikit pekerja yang merasa tertekan dan terjajah dalam pekerjaannya, tetapi sebagian besar mereka baru bisa memerdekakan diri juga setelah 30 tahunan: setelah pensiun. Bila anda mulai bekerja pada usia 23 tahun dan pensiun pada usia 55 tahun, maka anda bekerja selama 32 tahun, setara dengan satu masa Orde Baru atau rezimnya Mubarak! Maka alangkah sayangnya bila di usia terbaik anda tersebut, anda tidak merdeka untuk berbuat yang terbaik menurut anda sendiri.

Lantas apa faktornya yang membuat orang harus menunggu 30 tahun-an untuk bisa 'merdeka'?

Pertama, tidak banyak yang punya keberanian. Di Indonesia misalnya sudah ada gerakan mahasiswa yang berani menentang pemerintah sejak tahun 70-an; tetapi jumlah mereka saat itu kurang banyak sehingga mudah ditumpas.

Kedua, karena tidak banyak dukungan. Keberhasilan gerakan mahasiswa tahun 1998 adalah juga karena banyaknya dukungan masyarakat luas dan para tokoh-tokoh masyarakat. Saya ingat saat itu bahkan ada seorang ibu yang setiap hari membukusi nasi untuk dikirim ke anak-anaknya dan teman-teman anaknya yang berhari-hari demo di Senayan. Hal ini tidak terjadi di tahun 1970-an.

Ketiga, adalah karena 'complacency'. Orang merasa puas dengan apa yang ada sehingga enggan melakukan perubahan. Orang-orang yang merasa diuntungkan dengan adanya rezim yang ada baik di Indonesia sampai tahun 1998, maupun di Mesir sampai awal tahun 2011, tentu mereka tidak senang dengan arah perubahan yang ada. Dan, mereka inilah yang menjadi penghalang atas upaya perubahan itu.

Tiga faktor: keberanian, dukungan dan complacency tersebut ternyata juga menjadi penyebab yang sama seseorang bisa 'terjajah' dalam pekerjaannya selama 30 tahunan sampai pensiun.
Banyak sekali pekerja yang tidak nyaman dengan pekerjaannya, tertekan karena harus melaksanakan sesuatu yang tidak sejalan dengan hatinya. Akan tetapi sebagian besarnya tidak cukup keberanian untuk melakukan perubahan, baik secara internal di dalam lingkungan tempat bekerja ataupun melompat keluar dan menciptakan pekerjaannya sendiri.

Lingkungan dekat juga tidak selalu mendukung karena istri, anak-anak, apalagi orangtua dan para mertua anda, mungkin akan menjadi penentang pertama ketika anda mengutarakan niat keluar dari pekerjaan untuk berwiraswasta. Bagi orang-orang generasi orangtua kita dan generasi para mertua kita, yang masih terimbas pengaruh feodalisme, menjadi priyayi atau pegawai adalah pekerjaan yang terbaik menurut mereka. Mereka akan cenderung enggan memberikan dukungan pada anak dan menantunya untuk mulai merintis usahanya sendiri.

Penyebab ketiga; Complacency umumnya diderita para pekerja yang sudah mapan, karena umumnya untuk mereka ini semua biaya ditanggung perusahaan. Semua urusan ada yang membereskan, maka mengapa mau bercapek-capek mulai segala sesuatu dari nol?

Terlepas dari berbagai permasalahan tersebut, kita akan bersyukur bila bisa 'memerdekakan' diri lebih cepat dari teman-teman seangkatan kerja tanpa harus menunggu 30-an tahun bekerja sampai pensiun, baru merdeka dari pekerjaan-pekerjaan yang tidak sepenuhnya sejalan dengan hati kita.

Jadi masihkah kita harus menunggu sampai usia pensiun untuk bisa 'merdeka' dan memulai berkarya di perusahaan kita sendiri, yang bisa jadi ada di cita-cita kita sedari muda? Kini mungkin waktu yang tepat untuk kita pikirkan secara serius. Berpikirlah seperti takyat Indonesia tahun 1998 dan rakyat Mesir 2011, bahwa kita bisa 'merdeka' sekarang!

Kita bisa memulai berkarya dengan ber-kantor di rumah ( http://kantor-di-rumah.com ) dan bisa memiliki bisnis mancanegara ( http://eksportir-indonesia.com ). Silahkan ambil keputusan anda sedini mungkin.
Wallahu A'lam.

Note:
Bagi anda yang menginginkan sharing membangun bisnis mandiri bersama, silahkan mengirimkan email ke nrachmanbiz@gmail.com


Tulisan Terkait:

Info Dinar Emas:

...agar Harta itu jangan hanya berputar diantara orang-orang kaya...

Kali ini saya ingin mengingatkan diri saya sendiri dan mudah-mudahan juga berguna untuk para pembaca blog ini. Dengan gigihnya kita memperjuangkan mata uang yang Adil dari Emas dan Perak, kita juga jangan sampai terjebak dalam perilaku menimbun emas. Di tulisan saya sebelumnya, saya juga mengingatkan jangan sampai harta kita justru menjadi liability di akhirat....


Dalam Islam harta kita harus bergerak sehingga memberi manfaat bagi kita sendiri maupun orang lain yang juga mempunyai hak atas harta kita. Manfaat berputarnya harta ini saya coba jelaskan dengan persamaan pertukaran atau equation of exchangeyang juga sudah saya singgung sebelumnya. Persamaan tersebut adalah
 M x V = P x Q dimana M = jumlah uang, V= Perputaran uang ; P = Tingkat Harga dan Q = jumlah barang dan jasa. Saya ingin menggunakan persamaan ini untuk menjelaskan sistem ekonomi yang berbasis Dinar dan Dirham dan dimana bunga bank dianggap haram (dan memang haram !). 

Dalam ekonomi yang berbasis Dinar, M akan cenderung tetap karena tidak seperti uang kertas yang bisa dicetak kapan saja dan berapa saja. Untuk mencetak Dinar diperlukan emas asli yang tentu jumlahnya tidak banyak. Diperkirakan hanya ada sekitar 150 ribu ton emas diseluruh dunia saat ini dan setiap tahunnya diperkirakan hanya bertambah sekitar 1.5% dari penambangan emas di seluruh dunia. Perak memang jumlahnya tentu lebih besar dari emas, namun juga terbatas.

Dengan scenario Allah yang telah membuat emas dan perak yang jumlahnya terbatas dan tersebar relatif merata di seluruh dunia – bahkan Amerika Serikat pun yang menganggap dirinya negara adikuasa hanya menguasai sekitar 8,000 ton emas saja atau 5.3 % dari emas dunia – maka seharusnya kemakmuran-pun merata.

Dengan tidak naiknya M, sementara Q atau output harus naik secara gradual sejalan dengan pertumbuhan penduduk dunia dan P relatif tetap (harga barang-banrang apabila dibeli dengan emas akan cenderung tetap dalam jangka panjang), maka harus ada yang bergerak mengimbangi gerakan Q atau output tersebut. Tinggal satu faktor yang belum bergerak yaitu V, disinilah rahasianya ekonomi Islam, mengapa Islam sangat mendorong perputaran uang yang cepat dari satu tangan ke tangan lainnya. Lebih jauh lagi perputaran ini harus luas tidak hanya berputar di golongan tertentu saja sesuai Ayat Al-Quran 59:7 “….agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya diantara kamu…”.

Segala kebutuhan manusia, termasuk jumlah emas di seluruh dunia untuk memenuhi kebutuhan mata uang penduduknya, ternyata juga sudah diatur sedemikian rupa sesuai scenario Allah SWT sehingga akan selalu mencukupi. Diungkapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an QS 54: 49 “ Sesungguhnya, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”. Hal ini juga bisa dibuktikan dari satitistik jumlah penduduk dunia dibandingkan dengan jumlah emas yang tersedia sebagaimana ditunjukkan di grafik berikut :
<![if !vml]><![endif]>Sumber : Gold Sheet Mining Directory .Trend Jumlah Penduduk Dunia dan Kumulatif Jumlah Emas Yang Ada Di Permukaan Bumi.

Dari grafik tersebut kita bisa lihat bahwa ternyata emas memang tersedia cukup bagi umat manusia sepanjang zaman; hanya keserakahanlah yang membuatnya bisa tidak mencukupi.

Cepatnya perputaran uang dalam ekonomi Islam ini juga digambarkan dalam suatu Hadits dimana Rasulullah SAW suatu pagi selesai sholat subuh buru-buru pulang kemudian balik lagi ke Masjid untuk melanjutkan dzikir dan doa’nya. Ketika sahabat ada yang bertanya, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa ia tadi buru-buru karena ingat ada uang tiga Dirham yang belum disedekahkan.

Pada hadits lain dari Abu Huraira : Rasulullah SAW bersabda , “ Jika saya memiliki emas sebesar gunung Uhud, saya tidak akan suka kecuali setelah tiga hari tidak tersisa satu Dinar pun yang ada pada ku apabila ada orang lain yang berhak menerimanya dariku, kecuali sejumlah yang akan aku pakai untuk membayar utangku”. (HR. Bukhari)

Dua contoh diatas menggambarkan seberapa cepat uang seyogyanya berputar diantara kaum muslimin. Apabila uang tersebut uang kecil putaran ini ukurannya satu hari, apabila uang besar atau kekayaan yang banyak maka putarannya tiga hari. Artinya uang bagi kaum muslimin hendaklah terus bergerak, baik itu untuk konsumsi, di sedekahkan/diinfakkan ataupun diinvestasikan untuk kegiatan produktif.

Jadi menggunakan Dinar sebagai alat investasi dan alat mempertahankan nilai, tidak boleh berarti menimbunnya. Batasan yang boleh dan yang tidak sudah saya jelaskan pada tulisan 
sebelumnya 

Dari sini kita tahu bahwa tugas berikutnya setelah Dinar dan Dirham ini berada ditangan masyarakat secara luas, kita harus mulai benar-benar menggunakannya dalam bermuamalah sehari-hari....kita pikirkan caranya...yang penting kita mulai saja yang kita tahu, nanti biarlah Allah akan memberi tahu apa yang kita belum tahu.

Wallahu A’lam bis Showab.

Disadur dari tulisan Ustadz Muhaimin Iqbal


Tulisan Terkait:

Info Dinar Emas:

Harta Kita, Aset atau Liability? (di Akhirat)

Ini nasihat untuk diri saya sendiri yang mungkin juga berguna bagi anda yang membaca blog ini.

Ketika Rasulullah SAW mendapatkan pertannyaan dari sahabatnya tentang apa yang harus di nafkahkan, Allah menurunkan wahyu kepada RasulNya untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban Al-Afwa – seluruhnya (yang lebih dari keperluan) – QS 2:219. Kemudian di ayat-ayat lain Allah mengancam orang-orang yang tidak menafkahkan hartanya di Jalan Allah (lihat QS 104:1-3 ; QS 9:24 ; QS 9:34-35).

Dengan perintah menafkahkan harta di jalan Allah beserta ancamannya apabila tidak melakukan yang demikian, tidak berarti juga kita boleh mentelantarkan diri, keluarga dan ahli waris kita. Ada empat penggunaan harta yang dibatasi seperlunya, yaitu :

1) Untuk diri sendiri : lihat QS 57:27 dan QS 7:32 dan juga hadits Rasulullah SAW yang berbunyi “Sungguh jasadmu punya hak atas kamu, matamu punya hak atas kamu, istrimu punya hak atas kamu, dan tamumu-pun punya hak atas kamu “ HR. Bukhari.
2) Untuk keluarga sebagaimana dalam hadits :’ Mulai sedekahmu pada orang yang menjadi tanggunganmu” HR. Bukhari.
3) Untuk mengantisipasi kebutuhan dharurat sebagaimana hadits : “Pegang sebagian hartamu, hal ini dianjurkan untukmu (sebagai cadangan untuk kebutuhan masa depan)”. HR. Bukhari – Kitab Zakat
4) Untuk Ahli Waris sebagaimana ayat “ Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka kawatir terhadap (kesejahteraan) mereka”. dan juga hadits Rasulullah yang berbunyi :”meninggalkan tanggungan (keluargamu) dalam kemakmuran adalah lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam kondisi miskin dan bergantung pada belas kasihan orang lain. Setiap pengeluaranmu untuk keluargamu adalah sedeqah meskipun hanya sesuap makanan yang engkau suapkan ke mulut istrimu”. (HR. Bukhari – Kitab Wasiyat)

Empat hal tersebut boleh dan bahkan dianjurkan, namun kriteria batasannya adalah seperlunya. Penggunaan harta yang tidak dibatasi dengan kriteria ‘seperlunya’ adalah hanya untuk kebutuhan Fi Sabilillah seperti dalam QS 2:219 tersebut diatas.

Lantas bagaimana kita mengetahui kebutuhan yang seperlunya tersebut ?; Setiap diri kita dilengkapi ilham oleh Allah swt. sebagaimana ayat “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya” (QS 91:8). Ilham ini juga berlaku untuk mengetahui tingkat ‘keperluan’ harta kita untuk 4 hal tersebut diatas. Mata hati kita tahu sebenarnya berapa yang kita butuhkan untuk diri sendiri, keluarga, dan ahli waris.

Hanya saja untuk mengantisipasi kebutuhan keluarga kita, kebutuhan anak kita untuk sekolah 18 tahun yang akan datang menjadi sulit kalau kita menggunakan alat ukur yang tidak adil – yang tidak memiliki nilai daya beli tetap dalam rentang waktu yang menengah panjang. Untuk rencana pendidikan anak kita sampai selesai S1 yang sekarang baru lahir kita butuhkan berapa ? tentu tidak mudah apabila kita gunakan nilai Rupiah ataupun Dollar dalam perhitungannya – karena daya beli nilai uang kertas tersebut terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu.

Disinilah perlunya umat Islam menggunakan uangnya sendiri yang adil sepanjang zaman, yang memiliki daya beli tetap sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang yaitu Dinar dan Dirham.

Dengan menggunakan mata uang atau timbangan yang adil, kita dapat mengalokasikan harta kita secara adil pula untuk 4 hal yang dibatasi ‘keperluan’ tersebut diatas dan sisanya kita harus infaqkan di jalan Allah ; atau terus diputar dalam usaha namun hasilnya memang diniatkan untuk infaq di jalan Allah.

Dengan timbangan yang adil berupa Dinar dan Dirham tersebut kita berharap semoga Asset kita di dunia tetap menjadi asset di Akhirat karena kita infaqkan sesuai haknya, kita juga berlindung dari asset dunia yang menjadi liability di Akhirat. Wallahu A’lam bi Showab. Ini nasihat untuk diri saya sendiri yang mungkin juga berguna bagi anda yang membaca blog ini.

Wallahu A’lam bi Showab.


Tulisan Terkait:

Info Dinar Emas:

Bisnis Mandiri adalah Job Security untuk kita semua

Ketika baru tamat sekolah, rata-rata kita dan orangtua kita sangat berbahagia bila kita langsung dapat bekerja di perusahaan atau institusi ternama. (Calon) Mertua kitapun merelakan anaknya kita nikahi, karena rata-rata (calon) mertua merasa nyaman bila sang (calon) menantu sudah bekerja. Sebaliknya orangtua maupun (calon) mertua rata-rata tidak merasa nyaman bila kita tidak berusaha mencari 'kerja' melainkan belajar usaha sendiri misalnya. Fenomena ini terjadi karena ilusi kemapanan yang tercipta oleh pemahaman yang tidak sepenuhnya benar tentang keamanan pekerjaan atau "job security".

Pemahaman umum bahwa perusahaan besar atau institusi ternama lebih mampu memberikan "job security", tidak sepenuhnya atau selamanya benar. Tahukah anda bahwa bila karir anda menanjak dengan cepat, ini juga bisa berakibat anda kehilangan pekerjaan dengan cepat? Kok bisa?

Ambil contohnya adalah bila anda seorang karyawan, kemungkinan besarnya anda ingin secepatnya naik pangkat dan menjadi direksi. Justru ketika anda mencapai cita-cita anda menjadi direksi, saat inilah anda kehilangan "job security" yang diidamkan oleh orang tua dan mertua tersebut di atas. Rata-rata direksi bekerja dengan kontrak 3 s/d 5 tahun per periodenya, mereka bisa menjabat rata-rata sampai dua periode. Maka ketika seorang karyawan mencapai posisi direksi, dia harus siap kehilangan pekerjaannya dalam rentang waktu 6 s/d 10 tahun lagi paling lama.

Kalau begitu apakah berarti enakan jadi karyawan biasa saja sampai pensiun? Tidak juga demikian, meskipun realitanya sebagian terbesar karyawan akan tetap menjadi karyawan sampai pensiun, karyawan-karyawan cemerlang di setiap perusahaan atau institusi pasti bercita-cita ingin mencapai puncak karir di perusahaan atau institusinya. Disinilah letak paradox-nya, justru ketika dia benar-benar mencapai karir puncaknya, bisa jadi saat itu pula dia kehilangan "job security"-nya.

Lantas bagaimana kita bisa menciptakan "job security" yang sesungguhnya, yang bisa kita nikmati sampai usia pensiun sekalipun? "Job security" ini justru ada di bidang usaha yang selama ini dipersepsikan paling tidak aman, yaitu pengusaha atau lebih spesifiknya pedagang. Kok bisa?

Bila anda bisa berdagang, anda tidak perlu khawatir dengan pekerjaan anda. Di jaman Rasulullah SAW, percaya diri-nya pedagang ini terwakili oleh kisah Abdur Rahman Ibn 'Auf di bawah ini:
Telah bercerita kepada kami (Isma'il ibn Abdullah) berkata, telah bercerita kepadaku (Ibrahim ibn Sa'ad) dari (bapaknya) dari (kakeknya) berkata; Ketika mereka (kaum Muhajirin) telah tiba di Madinah, Rasulullah SAW mempersaudarakan 'Abdur Rahman ibn 'Auf dengan Sa'ad ibn al-Rabi'. Sa'ad berkata kepada 'Abdur Rahman,"aku adalah orang Anshar yang paling banyak hartanya, maka hartaku aku akan bagi dua dan aku mempunyai dua istri, maka lihatlah mana di antara keduanya yang menarik hatimu dan sebut kepadaku, nanti aku akan ceraikan dan apabila telah selesai masa iddahnya silahkan kamu menikahinya". 'Abdur Rahman berkata,"Semoga ALLAH memberkatimu pada keluarga dan hartamu. Dimanakah letak pasar-pasar kalian?". Maka mereka menunjukkan pasar Bani Qainuqa'. Dia tidak kembali dari pasar melainkan dengan membawa keju dan minyak samin yang banyak. Lalu dia terus berdagang hingga pada suatu hari dia datang dengan mengenakan pakaian dan wewangian yang bagus. Nabi SAW bertanya kepadanya,"Bagaimana keadaanmu?". 'Abdur Rahman menjawab,"Sebiji emas atau seberat biji emas". Dalam hal ini Ibrahim ragu jumlahnya yang pasti. (HR Bukhari).

Abdur Rahman ibn 'Auf tidak tertarik dengan harta halal yang ditawarkan saudaranya, karena dia "percaya diri" bisa mencarinya sendiri dengan cukup melalui perdagangan. Abdur Rahman ibn 'Auf kemudian tercatat dalam sejarah islam menjadi orang yang sangat kaya di negeri yang baru Madinah sampai akhir hayatnya. Meskipun ketika dia berhijrah, dia tidak membawa hartanya yang dia tinggal di Mekkah.

Bukan hanya kaya raya, dia juga termasuk salah satu sahabat yang dijamin masuk surga. Artinya perdagangan yang dia lakukan sampai membuatnya kaya, tidak melanggar sedikitpun ketentuan syariat agama ini. Sebab bila ada sedikit saja yang dia langgar, kemungkinannya dia tidak bisa dijamin masuk surga.

Belajar ber-bisnis mandiri (berdagang) seperti yang dilakukan oleh Abdur Rahman ibn 'Auf tersebutlah yang perlu kita lakukan untuk memperoleh "job security" yang sesungguhnya. Yang perlu kita ketahui hanyalah di mana ada pasar, kemudian melihat apa-apa yang dibutuhkan orang di pasar. Bila kita bisa selalu memenuhi kebutuhan orang di pasar tersebut, itulah bisnis mandiri dan "job security" kita.

Wa Allahu A'lam

Ayo kita mem-bangun bisnis mandiri http://kantor-di-rumah.com menuju bisnis mancanegara http://eksportir-indonesia.com

Note: Bila Anda ingin sharing belajar bersama bisnis mandiri, insyaAllah Anda bisa bergabung di "Bale Inspirasi" dengan mengirimkan CV Anda ke nrachmanbiz@gmail.com. Pertemuan regular dijawalkan akan mulai dilaksanakan di buan Desember 2012 ini.


Tulisan Terkait:

Info Dinar Emas: