“Bila engkau mampu berjalan terus kebarat, melewati ujung paling barat dari negeri barat, maka engkau akan menemukan ujung paling timur dari negeri timur…”.
Kalimat nasihat ini benar secara geografis dan benar pula secara filosofis. Secara geografis karena bumi ini bulat, bila kita berjalan terus kebarat, kita sampai juga ke belahan bumi bagian timur. Secara filosofis benar karena segala sesuatunya telah diciptakan oleh Sang Pencipta secara berpasang-pasangan, bersama kesulitan ada kemudahan. Maka Sang Pemimpin memulai pekerjaannya dengan secara harfiah melakukan perjalanan panjang menemui rakyatnya di lima benua, dimulai dengan perjalanan ke barat.
Benua pertama yang dikunjungi adalah benua Amerika, dia prioritaskan benua ini karena dari sinilah asal muasal kebangkrutan negeri-negeri sebelumnya. Di belahan utara benua ini dia temui negeri yang di abad sebelumnya memimpin dunia dengan teknologi, ekonomi dan militernya. Tetapi justru karena inilah mereka sombong, mereka bertindak seolah-olah polisi dunia yang bisa menyatakan siapa yang salah dan siapa yang benar, menghukum yang dia pandangnya salah meskipun tanpa mereka bisa buktikan, mendukung yang mereka anggap benar – sekalipun seluruh dunia menyatakannya bersalah.
Negeri adikuasa yang adigung adiguna ini rupanya keropos di dalam, negeri ini hancur oleh kebangkrutan ekonominya yang merupakan komplikasi dari hutang-hutang yang menumpuk, ekonomi yang ribawi yang juga penuhmaisir dan gharar. Pusat bisnis kebanggaan mereka yang dikenal sebagai Jalan Tembok, tidak lebihnya seperti casino raksasa.
Kepada rakyatnya yang berdomisili di benua ini, Sang Pemimpin menasihatkan untuk meninggalkan perilaku sombong, meninggalkan riba, maisir (perjudian) dan gharar (spekulatif) dan mulai menggunakan keunggulannya di masa lalu dalam hal inovasi teknologi dan kreativitasnya untuk menggerakkan sektor riil.
Selanjutnya Sang Pemimpin menyeberangi laut ke barat, dikunjunginya benua kecil di antara timur dan barat – orang menyebutnya benua ini Australia. Dia jumpai masyarakatnya yag pandai bertani dan berternak di tanah-tanah yang luas karena penduduknya sedikit. Sayangnya di benua ini kehidupan sosial masyarakatnya rusak karena tidak dibimbing dengan panduan hidup dari Sang Maha Kuasa.
Kepada rakyat yang bermukim di negeri ini, Sang Pemimpin menasihatkan agar mempelajari agama dengan benar – pelajari sampai akar-akarnya – sampai mereka bisa memperoleh petunjuk akan jalan hidup yang bisa membawa kebahagiaan yang sesungguhnya.
Sang Pemimpin-pun melanjutkan perjalanannya kearah barat laut menuju ujung timur dari negeri timur, negeri-negeri ini berada di benua yang namanya Asia, benua yang ditinggali oleh bangsa-bangsa yang sangat beragam. Beberapa di antara mereka adalah pemain ekonomi yang sangat kuat di masa lampau, tetapi mereka ini hidup materialistis – nyaris tidak mengenal Sang Penciptanya. Di negeri-negeri Asia ini masih banyak penduduk yang menyembah dewa-dewa, menyembah patung dan bahkan salah satu negeri yang masyarakatnya sangat rasional dan maju di bidang ekonomi dan teknologi-pun, ternyata malah masih menyembah matahari.
Di sebagian benua Asia ini Sang Pemimpin juga menemukan bangsa di negeri kepulauan yang nampaknya sudah mengenal Sang Penciptanya dengan lumayan baik, namun amalan mereka nampaknya belum banyak. Ini terlihat dari negeri mereka yang kaya raya dengan sumber alamnya, tetapi rakyatnya miskin – bahkan wanita-wanitanya yang seharusnya dilindungi di rumah-rumah mereka, malah sebagian mereka harus pergi ke negeri lain meninggalkan anak dan keluarganya hanya untuk mencari pekerjaan.
Ditemuinya pula bangsa yang hidup di padang pasir yang gersang, tetapi mereka memiliki sumber daya alam melimpah yang sangat dibutuhkan bangsa-bangsa lain di dunia yaitu energi. Namun justru karena kekayaan ini mereka pada lalai, para pemimpin mereka hidup bergelimpangan dengan harta, rakyatnya-pun dimanja sehingga etos kerja dan daya saing mereka rendah. Bahkan sebagian mereka punya kebiasaan buruk tidur dari pagi hari sampai siang menjelang tengah hari, mereka paham agamanya tetapi tidak pula melaksanakannya. Agama mereka mengajarkan berpagi-pagi mencari rizki, kitab mereka secara eksplisit menyebutkan bahwa malam untuk istirahat dan siang untuk bekerja – tetapi mereka abaikan petunjuk ini semua. Hasilnya mereka kaya dari mengeruk isi bumi, bukan karena kaya produktif dari kerja keras mereka sendiri.
Kepada rakyat yang hidup di Asia ini Sang Pemimpin menyerukan agar yang masih menyembah dewa-dewa, patung-patung dan bahkan matahari untuk belajar mengenal tuhan Sang Pencipta yang sesungguhnya, melalui jalan yang paling masuk akal untuk mereka – bukan sekedar mengikuti para pendahulu mereka. Kepada yang sudah mengenal tuhannya dengan benar, Sang Pemimpin sangat menganjurkan untuk memahami petujuk-petunjukNya sebaik mungkin, kemudian bekerja sesuai petunjuk itu – agar mereka bisa menjadi umat unggulan di muka bumi.
Sang Pemimpin melanjutkan perjalanannya ke barat, dia jumpai benua yang dihuni oleh bangsa-bangsa yang sangat maju dalam bidang teknologi dan terbuka dalam hal pemikiran. Dijumpai pula pemimpin tertinggi dari agama yang banyak dianut di muka bumi ini. Kepada pemimpin agama ini Sang Pemimpin menyampaikan agar memberi kesempatan kepada para pengikutnya untuk mendalami dan meneliti asal usul agama mereka, semakin mereka diberi kebebasan untuk mencari yang sedalam-dalamnya – maka mereka akan lebih dekat kepada kebenaran yang sesungguhnya.
Perjalanan dilanjutkan Sang Pemimpin ke arah barat daya, dijumpainya benua yang sangat besar namun gersang yang disebut Afrika. Karena kegersangannya pula benua ini menjadi pusat-pusat kemiskinan dan kelaparan nyaris sepanjang masa. Tetapi benua ini pernah makmur, belasan abad silam di benua ini pernah terjadi suatu masa dimana mencari orang miskin-pun sulit. Sang Pemimpin tahu dari sejarah bahwa masa kemakmuran tersebut adalah ketika benua ini berada dalam naungan pemerintahan yang adil – pemerintahan yang menggunakan undang-undang dan system hukum yang sama dengan yang digunakan di negeri baru.
Maka untuk rakyat di benua ini Sang Pemimpin kehilangan kata-katanya karena merasa kesedihan yang luar biasa, dia takut tidak bisa berbuat adil, dia takut kalau tidak bisa berbuat adil maka kemakmuran tidak akan kunjung datang ke benua yang satu ini, dia takut karena ketidakadilannya bisa membuat satu saja jiwa meninggal karena kelaparan – dia tidak bisa mempertanggung jawabkan amanah yang diembankan ke pundaknya.
Setelah perjalanan ke lima benua ini dia lalui, Sang Pemimpin kini mengenal rakyatnya seperti mengenal anak-anaknya sendiri. Dia bisa merasakan betapa berat penderitaan yang diderita oleh sebagian rakyatnya, dan betapa berat tanggung jawabnya sebagai pemimpin mereka.
Tulisan Terkait:
- Tips Membangun Usaha
- Indahnya mulai Usaha dgn Bootstrapping
- Membuat cita-cita besar
- Rejeki Tidak Terbatas
- Kategorikan Aset Anda
- Bisnis Mandiri kita semua
- Alasan Berhenti Berhutang
- Pentingnya Kaum Produsen dalam Sebuah Negara.
Info Dinar Emas:
- Dinar Islam
- Dinar Emas sebagai Pengukur Kemakmuran dan Perencanaan Keuangan
- Investasi Emas: Koin Dinar, Emas Lantakan atau Emas Perhiasan ?
- Belajar Emas: Pelajari walau sampai Negeri Cina
- Bangun Ketahanan Ekonomi Keluarga dengan Dinar, tapi Jangan Menimbun Emas...!
- Antara Kambing, Dinar dan Inflasi
- Bukti bahwa Uang Kertas itu Memiskinkan Dunia.
- Inflasi yang Terus Menerus...
- Arti Kemakmuran di System Dajjal.
- 1971 adalah awal dari Manipulasi Uang Kertas.
0 comments:
Post a Comment